Sabtu, 03 Januari 2015

Pendidikan Kesehatan Masyarakat

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

D. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya. Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).

E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
Merubah Pengetahuan    Merubah Sikap    Merubah Praktik
Ceramah    Diskusi Kelompok    Latihan sendiri
Kuliah    Tanya Jawab    Bengkel kerja
Presentasi    Role Playing    Demonstrasi
Wisata Karya    Pemutaran film    Eksperimen
Curah pendapat    Video   
Seminar     Tape Recorder   
Studi kasus    Simulasi   
Tugas baca       
Simposium       
Panel       
Konferensi       
5. Tiga faktor pokok yang melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
b. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
c. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.




F. Perubahan perilaku dan proses belajar
1. Teori stimulus dan transformasi
Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan pada subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social learning)
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard
Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;
1) Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama.
2) Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (copying behavior)
Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter
1) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2) Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.